Keranjang
Belanja
    [ 0 Barang ]

 
 
 
Alamat:
Jl. Dr. Sutomo No. 13 A
Yogyakarta INDONESIA
telp: +62-274-562338

Jam Buka:
Senin - Sabtu
09.00-15.00 WIB


Bagian I: Ekonomi Politik dan Konstruksi Identitas Masyarakat Pekalongan Melalui Motif Buketan, Oleh:Karina Rima Melati
2015-05-25 15:26:34

Ekonomi Politik dan Konstruksi Identitas Masyarakat Pekalongan Melalui Motif Buketan

Oleh: Karina Rima Melati[1]

 

Batik merupakan wastra tradisional yang cukup lama berakar di bumi Indonesia, terutama di pulau Jawa. Keberadaannya menjadi simbol dari sebuah   keluhuran, kompleksitas sikap adati, kreativitas, artistik, serta inovasi. Spektrum pengertian batik tidak hanya terbatas pada tekniknya namun dihubungkan dengan pengalaman estetis penciptanya dalam mengungkapkan kedalaman intuisi dan rasa untuk mewujudkan kreasi batik yang artistik. Pencipta sekaligus menyelami bentuk-bentuk pengalaman dan perjumpaannya dengan imajinasi tentang diri dan lingkungannya yang dapat diwujudkan dengan simbol-simbol atau bentuk naturalis yang mewujud pada motif atau desain batik. Dengan canting, yang merupakan indigenuine art orang Jawa, mampu menerjemahkan aura seni tradisi sehingga memenuhi kriteria kedalaman seni yang diinginkan.

Batik sekaligus juga sebagai artefak hibrida kebudayaan yang dikembangkan tak hanya oleh masyarakat setempat, namun juga oleh pendatang terutama di daerah pesisir utara Jawa. Sifat masyarakat pesisir yang egaliter dan kesiapan masyarakatnya dalam menerima paham budaya asing, memberi ruang bercampurnya berbagai ekspresi budaya di sana. Interaksi dengan kaum pendatang membentuk paradigma masyarakatnya dalam menentukan identitasnya.

Motif Batik Buketan dalam kerangka batik Pekalongan

Pekalongan masuk dalam kerangka batik pesisir yang melukiskan suatu dunia yang toleran terhadap perbedaan kebudayaan dan hidup dari pengaruh-pengaruh baru atau persinggungannya dengan kebudayaan pendatang. Keterlibatan pendatang dalam pembuatan batik bahkan kemudian turut melegitimasi motif yang menjadi ciri khas batik Pekalongan. Motif buketan hadir sebagai karya estetis bernuansa budaya Eropa yang kemudian dikenal sebagai intisari dari batik Pekalongan.

Buketan berasal dari kata dalam bahasa Perancis dan Belanda ‘bouquet’ yang artinya karangan bunga. Penggunaan gaya dekoratif bunga-bungaan atau floral merupakan stilisasi dari bentuk-bentuk naturalis terasosiasi dengan gerakan seni

Dekorasi Art Nouveau[2] yang berkembang di Eropa sejak tahun 1890. Sebelum pada akhirnya membentuk motif batik, membuket atau merangkai bunga menjadi kegiatan yang digemari orang-orang Eropa di Hindia untuk pesta pernikahan, kebaktian gereja dan dekorasi acara di societet; termasuk untuk pembuatan ukir-ukiran dalam kerangka interior bangunan khas Eropa, lukisan, keramik ubin; aplikasi pada pakaian wanita, termasuk untuk kain penutup jendela (Mary Hunt Kahlenberg, 1980: 243).

Motif batik buketan menjadi bagian dari Batik Belanda (1840 – 1940) dan dipakai di luar batasan pakem batik Jawa. Motif yang menggambarkan rangkaian bunga yang tumbuh subur di Belanda atau Eropa seperti mawar, lili, tulip, anggur dan krisan. Penggunaan warna juga memberi arti dan karakter yang berbeda-beda; seperti warna putih untuk komuni pertama pengantin perempuan, biru untuk wanita belum menikah, merah untuk cinta dan terutama bagi wanita yang sudah menikah (Rens Heringa, 1996: 66). Dekorasi ragam hias pada isian atau isen bentuk bunga juga dibuat sangat halus, detail dan rumit; dengan pewarnaan yang dibuat beragam, meriah bahkan mencolok sehingga menyita perhatian pecinta batik yang selama ini hanya berorientasi pada motif tradisional berwarna sogan. Motif buketan ini juga berbeda dengan batik-batik naturalis dari daerah pesisir lainnya yang bisa saja lebih ekspresif namun tidak terlalu detail dalam memberi isian motif.
 

Gambar 1: Rangkaian buketan kreasi rumah produksi batik milik Indo-Belanda.

(Sumber: Herman Veldhuisen dalam buku Batik Belanda 1840-1940 Pengaruh Belanda pada Batik dari Jawa Sejarah dan Kisah-kisah di Sekitarnya

 
Diprakarsai oleh pengusaha wanita Indo-Eropa yang tinggal di pesisir Jawa, khususnya di Pekalongan seperti Ny. Dunhuyzen, Ny. J.A. de Witt, Ny. A.J.F Jans, Nona A. Wollweber, Ny. Simonet, Ny. Jacqueline van Ardene, serta kakak-beradik Ny. Christina van Zuylen dan Elizabeth Charlotta van Zuylen atau Ny. Eliza van Zuylen (Harmen Veldhuisen, 1993). Para kreator motif batik buketan ini awalnya bertujuan untuk membangun romantisme-romantisme budaya negara induk bagi masyarakat Eropa di Hindia termasuk untuk melegalkan kehadiran Indo dan masuk dalam kelompok Eropa.
 
[artikel berlanjut]
 
 
[1] Untuk makalah ASCOLTACI ke-7, Jumat 22 Mei 2015 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
[2] Art Nouveau  adalah gaya atau bentuk seni rupa revolusioner yang mengingatkan pada romantisme Eropa dan berkembang setelah era Renaisance yang membawa kesadaran akan teknologi dan fenomena eksotis bagi Eropa.
 
 



<< kembali ke indeks artikel